Rencana pemerintah mendirikan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di seluruh desa di Indonesia menuai perhatian serius. Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur, Khusnul Khuluk, menegaskan bahwa tanpa pengawasan ketat, pengelolaan anggaran modal sebesar Rp 5 miliar per koperasi berpotensi mengalami penyimpangan.
“Harus ada pengawasan yang ketat, karena jika dibiarkan begitu saja, sangat rawan penyimpangan,” ujar politisi PKS asal Lumajang itu.
Khusnul menyoroti pengalaman buruk dari program koperasi sebelumnya, seperti Koperasi Unit Desa (KUD), Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), dan Koperasi Wanita (Kopwan), yang banyak mengalami mismanajemen hingga tidak berjalan dengan baik.
Ia mencontohkan kasus di Lumajang, di mana Kopwan yang didirikan di setiap desa dengan bantuan modal Rp 25 juta justru tidak berkembang dan dananya habis tanpa hasil yang jelas.
“Pelajaran dari Kopwan ini harus menjadi catatan penting bagi pemerintah. Jangan sampai Kopdes Merah Putih bernasib sama,” tegasnya.
Sebagai solusi, Khusnul mendorong agar pemerintah tidak hanya melakukan pengawasan ketat tetapi juga memberikan pelatihan manajemen bagi para pengelola Kopdes. Dengan tata kelola yang baik, menurutnya, koperasi ini bisa benar-benar bermanfaat bagi masyarakat desa dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
“Jika pengawasan dan pelatihan manajemen dilakukan secara bersamaan, Kopdes Merah Putih bisa memberikan dampak positif yang nyata,” pungkasnya.
Pemerintah kini ditantang untuk memastikan bahwa program Kopdes Merah Putih tidak sekadar proyek ambisius, tetapi benar-benar menjadi solusi bagi ekonomi desa yang berkelanjutan.{}