Gagasan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) oleh Presiden Prabowo Subianto menuai respons positif dari berbagai kalangan. Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Puguh Wiji Pamungkas menilai langkah ini sebagai solusi potensial untuk membangkitkan ekonomi desa, namun ia mengingatkan pentingnya profesionalitas dalam tata kelola agar tidak mengulang kegagalan program serupa di masa lalu.
Puguh menyebut, Kopdes Merah Putih yang direncanakan akan hadir di 70.000 desa dengan dukungan anggaran hingga Rp350 triliun adalah bentuk realisasi cepat dari janji kampanye Presiden.
Tiap koperasi akan mendapatkan suntikan dana sebesar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar, yang bersumber dari berbagai pihak seperti Himbara, APBN, APBD, dan BUMDes.
Menurutnya, niat pemerintah membentuk koperasi ini sejalan dengan data DTSEN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional), yang menunjukkan bahwa 40 persen masyarakat miskin di Indonesia bekerja sebagai buruh tani dan mayoritas berada di wilayah perdesaan.
“Kalau ini benar-benar digulirkan dan bersinergi dengan Dana Desa serta Alokasi Dana Desa, maka Kopdes Merah Putih berpotensi menyulap lanskap ekonomi desa menjadi lebih maju,” ujar Sekretaris Fraksi PKS Jatim.
Pemerintah sendiri menyebut tujuan program ini adalah untuk menyalurkan bantuan sosial secara lebih tepat sasaran, menekan inflasi lokal, meningkatkan nilai jual hasil pertanian, mengurangi ketergantungan petani pada tengkulak, serta membuka lapangan kerja baru di desa.
Namun Puguh juga menyoroti pentingnya kesiapan tata kelola. Ia mengingatkan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang soal koperasi desa, mulai dari KUD (Koperasi Unit Desa) di era Orde Baru hingga kemunculan BUMDes pasca reformasi. Kegagalan masa lalu harus dijadikan pelajaran agar program ini tidak hanya bagus di konsep, tapi juga kuat di implementasi.
“Dulu kita punya KUD, yang sempat berjaya, tapi akhirnya banyak yang mati suri karena perubahan kebijakan dan lemahnya manajemen. Kini ada BUMDes, yang jumlahnya mencapai 60 ribu lebih, tapi belum semuanya berjalan optimal,” jelasnya.
Ia pun mencatat bahwa tantangan Kopdes Merah Putih antara lain adalah kualitas SDM, transparansi pengelolaan, dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
“Jika program ini tidak dikelola secara profesional dan hanya menjadi proyek musiman, maka akan bernasib sama dengan pendahulunya,” tegasnya.
Meski demikian, ia tetap optimis jika program ini dijalankan dengan baik. Kopdes Merah Putih bisa menjadi solusi atas ketimpangan kesejahteraan antara kota dan desa serta menjadi ruang ekspresi baru bagi generasi muda desa.
“Kalau ini berhasil, anak-anak muda desa bisa punya peluang berekspresi, berkontribusi, dan membangun kemakmuran dari desa. Ini bisa jadi etalase kemajuan bangsa,” tutupnya.{}