Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Jawa Timur menyoroti secara tajam rancangan perubahan PT Petrogas Jatim Utama menjadi Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang dibahas pada Rapat Paripurna DPRD Jawa Timur, Sabtu (8/2/2025).
Melalui juru bicaranya Puguh Wiji Pamungkas, Fraksi PKS Jatim menegaskan bahwa perubahan ini seharusnya lebih dari sekadar pergantian nama. Fraksi PKS mempertanyakan apakah ada jaminan perubahan status hukum ini akan berdampak nyata terhadap peningkatan laba, dividen bagi daerah, dan efisiensi pengelolaan BUMD migas tersebut.
Fraksi PKS memahami bahwa perubahan nomenklatur ini merupakan amanat dari berbagai regulasi, termasuk UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 54 Tahun 2017.
Namun, Fraksi PKS Jatim menilai langkah ini terlambat, mengingat regulasi tersebut sudah ada sejak tujuh tahun lalu.
“Jika perubahan ini memang penting untuk meningkatkan kinerja BUMD, mengapa baru sekarang dilakukan? Apa jaminan bahwa perubahan ini bukan sekadar formalitas administratif?” tanya Puguh.
Dalam Raperda, salah satu tujuan perubahan adalah meningkatkan kinerja perusahaan berdasarkan prinsip good corporate governance (GCG). Namun, Fraksi PKS justru menemukan banyak kejanggalan terkait transparansi.
Fraksi PKS menyoroti website resmi Petrogas Jatim Utama yang masih minim informasi. Data susunan direksi dan komisaris belum diperbarui, laporan keuangan tahunan yang diaudit tidak tersedia, serta laporan kegiatan CSR terakhir hanya tercatat hingga 2017.
“Bagaimana bisa berbicara tentang tata kelola yang baik jika informasi dasar perusahaan saja sulit diakses publik?” ujar Fraksi PKS dengan nada kritis.
Fraksi PKS juga mempertanyakan implementasi kebijakan participating interest (PI) 10% yang menjadi hak daerah dari sektor migas. Mereka menilai bahwa hal ini sudah diatur dalam Perda No. 2 Tahun 2018, namun implementasinya hingga kini belum jelas.
Lebih lanjut, Fraksi PKS Jatim mempertanyakan mengapa klausul yang sama kembali dimasukkan dalam Raperda baru ini tanpa ada laporan evaluasi atas pelaksanaannya sejak 2018.
“Jangan sampai ini hanya jadi regulasi di atas kertas tanpa dampak nyata bagi keuangan daerah dan kesejahteraan rakyat,” tegas Puguh.
Salah satu poin krusial yang dipertanyakan adalah rencana modal dasar Petrogas Jatim Utama yang sejak 2018 ditetapkan sebesar Rp1,5 triliun, tetapi hingga kini belum terpenuhi.
PKS juga menyoroti ketentuan dalam Pasal 8 Raperda yang menyebutkan bahwa modal usaha anak perusahaan dapat berasal dari APBD. Hal ini bisa menjadi persoalan hukum, karena jika anak perusahaan mendapatkan modal langsung dari APBD, maka entitas tersebut bukan lagi sekadar anak perusahaan, melainkan harus dikategorikan sebagai BUMD baru yang wajib dibentuk melalui Perda tersendiri.
“Kami ingin kejelasan, apakah ini sesuai dengan regulasi? Jangan sampai ada celah hukum yang bisa menjadi masalah di kemudian hari,” kritik Fraksi PKS.
Fraksi PKS juga menyoroti kinerja sembilan anak perusahaan PT Petrogas Jatim Utama, di antaranya, PT Petrogas Wira Jatim, PT Petrogas Jatim Utama Cendana, PT Petrogas Pantai Madura, PT Delta Artha Bahari Nusantara (DABN), PT Petrogas Jatim Sumekar, PT Petrogas Jatim Sampang Energi, PT Petrogas Jatim Adipodai, PT Jatim Energy Services dan PT Petrogas Jatim Mineral.
PKS meminta laporan rinci terkait efektivitas bisnis dan kinerja keuangan anak perusahaan dalam periode 2019–2024. Jika ada yang terbukti tidak produktif atau justru merugi, PKS menyarankan agar dilakukan peleburan atau pembubaran demi efisiensi.
“BUMD harus menjadi aset yang menguntungkan bagi daerah, bukan malah menjadi beban keuangan yang menggerogoti APBD,” tegas Fraksi PKS.
Sebagai provinsi dengan garis pantai panjang dan banyak pelabuhan strategis, PKS menanyakan strategi bisnis Petrogas Jatim Utama dalam memperkuat sektor jasa pelabuhan.
Saat ini, PT Delta Artha Bahari Nusantara (DABN) telah berperan sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Namun, PKS ingin mengetahui apakah ada ekspansi bisnis ke daerah lain selain Gresik dan Probolinggo untuk meningkatkan potensi pendapatan BUMD ini.
PKS mengapresiasi pencapaian PT Petrogas Jatim Utama yang mendapatkan kategori “AA” dalam penilaian kesehatan BUMD tahun buku 2023. Namun, mereka menyoroti bahwa meskipun sehat secara finansial, tren laba dan dividen perusahaan untuk APBD Jawa Timur masih belum menunjukkan peningkatan signifikan.
“Perubahan status hukum ini harus memberikan dampak nyata, bukan sekadar perubahan nama. Jika setelah lima tahun tidak ada peningkatan laba dan dividen, maka perubahan ini bisa dianggap gagal,” tegas Fraksi PKS.
Secara prinsip, Fraksi PKS tidak menolak Raperda ini. Namun menegaskan bahwa perubahan ini harus diikuti dengan langkah konkret untuk meningkatkan transparansi, efektivitas pengelolaan BUMD, dan optimalisasi anak perusahaan.
PKS meminta agar pembahasan Raperda dilakukan lebih mendalam dengan mempertimbangkan regulasi terbaru dan memastikan bahwa setiap kebijakan dalam Raperda ini benar-benar membawa manfaat bagi keuangan daerah dan masyarakat Jawa Timur.
“Jangan sampai perubahan ini hanya sebatas seremonial tanpa ada dampak riil bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Jawa Timur,” pungkas Fraksi PKS dalam pernyataan akhirnya.
Dengan berbagai catatan ini, PKS menunggu penjelasan dari Pemerintah Provinsi sebelum memberikan keputusan final dalam pembahasan Raperda selanjutnya.{}