Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur yang juga Sekretaris Fraksi PKS Jatim, Puguh Wiji Pamungkas, menjadi narasumber dalam seminar “BISTIK 2025 (Bicara Soal Politik)” yang diselenggarakan oleh Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) di Kampus C Surabaya, Sabtu (25/10/2025).
Kegiatan yang berlangsung interaktif ini juga menghadirkan Prof. Dr. Nisful Laila, SE., M.Com, Ketua Pusat Karir & Keberdampakan Alumni UNAIR, serta dimoderatori oleh Dr. Puji Sucia Sukmaningrum, SE., CiFP, dosen Program Studi Ekonomi Islam. Tema yang diangkat, “Harapan di Tengah Krisis Lapangan Pekerjaan”, menjadi sorotan penting di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu.
Dalam paparannya, Puguh Wiji Pamungkas menyoroti persoalan gap antara jumlah lulusan dan lapangan kerja yang tersedia. Menurutnya, fenomena ini menjadi tantangan serius bagi Indonesia yang sedang menikmati masa bonus demografi.
“Gap yang terus menganga antara jumlah lulusan dengan jumlah lapangan kerja memang mau tidak mau menjadi masalah yang harus disikapi dengan bijak,” ujar Puguh.
Politisi PKS ini menegaskan, di era kompetisi global, nilai akademis yang tinggi saja tidak cukup. Generasi muda harus membekali diri dengan empat keterampilan utama, yaitu critical thinking, communication skill, collaboration skill, serta creativity and innovation skill.
“Hari ini nilai akademis yang bagus saja rasanya tidak cukup tanpa memiliki bekal life skill sebagaimana empat di atas,” tegasnya.

Menurut Puguh, satu dari empat penduduk Indonesia merupakan anak muda. Oleh karena itu, masa depan bangsa bergantung pada kesiapan generasi muda menghadapi perubahan zaman. Ia menilai pemerintah telah mulai menjalankan strategi pull factor dengan membuka lapangan kerja dan jalur kewirausahaan, namun dorongan dari individu atau push factor juga perlu terus dikuatkan.
“Strategi pull factor sudah mulai dilakukan pemerintah dengan membuka lapangan kerja dan jalur entrepreneurship. Tapi push factor berupa motivasi dan kreativitas anak muda juga harus terus dikuatkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Puguh menjelaskan bahwa keberlimpahan jumlah tenaga kerja muda bisa menjadi peluang sekaligus ancaman. Jika tidak diimbangi dengan peningkatan kompetensi dan kesiapan mental, bonus demografi justru bisa berubah menjadi beban sosial.
“Pertanyaannya, bagaimana generasi bonus demografi ini bisa menjadi generasi emas, bukan generasi cemas di tengah ketidakpastian yang terjadi,” tutur Puguh.
Ia juga menilai intervensi pemerintah seperti program magang, hilirisasi, dan stimulus ekonomi memang bermanfaat, namun belum cukup menjawab kebutuhan riil akan jumlah lapangan kerja yang terus meningkat.
Kegiatan BISTIK 2025 di UNAIR ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk berdiskusi langsung dengan para praktisi dan pembuat kebijakan. Puguh berharap, forum seperti ini dapat menumbuhkan kesadaran dan semangat baru di kalangan mahasiswa untuk terus meningkatkan kapasitas diri.
“Semoga kegiatan seperti ini bisa menjadi bekal terbaik bagi mahasiswa untuk menghadapi dunia nyata dan persaingan yang semakin keras,” pungkasnya.{}



