Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Puguh Wiji Pamungkas, menyampaikan keprihatinan mendalam terkait aksi tak senonoh yang dilakukan oleh seorang guru honorer SD di Lumajang.
Guru tersebut dilaporkan memperlihatkan alat kelaminnya kepada siswa dan siswi melalui video call, yang dinilai Puguh sebagai tindakan memalukan dan sangat mencoreng dunia pendidikan di Jawa Timur.
“Saya cukup menyayangkan terkait dengan peristiwa ini. Peristiwa seperti ini sudah terjadi beberapa kali, di mana oknum guru melakukan tindakan pamer kelamin atau aksi pornografi ke publik. Dan ini lebih parah karena dilakukan langsung kepada muridnya yang notabene masih sekolah dasar. Ini menjadi salah satu citra buruk bagi pendidikan di Jawa Timur,” ujar Puguh, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Fraksi PKS DPRD Jatim, Kamis (17/4/2025).
Puguh menilai, kasus seperti ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah agar segera mengambil langkah tegas, termasuk melakukan screening secara berkala terhadap seluruh guru yang mengajar di institusi pendidikan di Jawa Timur.
“Kita tahu bersama, baik dan buruknya masa depan anak-anak ini berada pada guru mereka. Dalam budaya Jawa, guru itu ‘digugu lan ditiru’. Digugu itu berarti ucapannya ditaati dan dihormati. Ditiru, artinya tindak tanduknya, perilakunya, akhlaknya, dijadikan teladan oleh murid-muridnya. Maka kalau potret gurunya seperti itu, saya pikir ini akan mencoreng kualitas pendidikan di Indonesia, terutama di Jawa Timur,” tegasnya.
Menurutnya, saat ini pendidikan di Indonesia, khususnya di Jatim, sudah tertinggal cukup jauh dalam hal kualitas dan kompetensi. Ironisnya, kondisi ini justru diperparah dengan munculnya kasus-kasus amoral dari oknum pendidik yang tidak mencerminkan integritas dan moralitas.
“Saya sepakat bahwa setiap profesi, termasuk guru, memang harus menjalani tes kejiwaan secara berkala. Ini penting untuk memastikan bahwa mereka yang berada di garis terdepan dalam memberikan keteladanan kepada generasi penerus bangsa berada dalam koridor kesehatan mental yang benar,” ucap legislator PKS itu.
Karena pelaku adalah guru honorer, Puguh menekankan bahwa tanggung jawab pertama ada pada kepala sekolah, kemudian Dinas Pendidikan, dan Pemerintah Daerah Lumajang. Namun demikian, ia menilai bahwa Pemprov Jatim juga harus mengambil peran lebih besar.
“Saya sepakat jika ada sebuah regulasi yang dibuat oleh Dinas Pendidikan Jatim yang bisa mengikat seluruh tenaga pendidik, agar ada kontrol sistematis terhadap perilaku guru di era digital ini. Anak-anak sekarang punya akses luas ke media sosial. Mereka tahu apa yang dilakukan guru-gurunya, dan guru juga bebas berekspresi di media sosial seperti WhatsApp, Instagram, TikTok, Facebook, dan sebagainya,” paparnya.
Untuk itu, Puguh mengusulkan agar penggunaan media sosial di kalangan guru juga diawasi. Kepala sekolah, sebagai penanggung jawab, perlu mengetahui secara detail akun-akun media sosial guru-gurunya.
“Harus ada semacam patroli siber internal bagi guru-guru di masing-masing wilayah kerja. Jangan sampai ada lagi kasus seperti di Jember, di mana guru mengumbar sensualitas di media sosial lalu diunggah. Ini kan berbahaya. Kalau murid-muridnya menonton, mereka bisa berpikir ‘gurunya aja seperti itu, apalagi muridnya’. Ini yang harus jadi perhatian serius,” pungkasnya.{}