Tarif Impor dari AS Turun, Lilik Hendarwati Jelaskan Peluang dan Tantangan untuk UMKM Jatim

Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memangkas tarif impor untuk produk-produk dari Indonesia, dari semula 32 persen menjadi 19 persen, memicu beragam reaksi. Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jawa Timur, Lilik Hendarwati, menilai langkah tersebut sebagai peluang besar namun sekaligus membawa tantangan serius bagi pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jawa Timur.

Menurut Lilik, penurunan tarif ini bisa menjadi momentum strategis bagi UMKM lokal untuk memperluas pasar hingga ke mancanegara. Amerika Serikat dinilai tetap sebagai pasar ekspor yang potensial dan menguntungkan. Karena itu, pelaku usaha di daerah perlu didorong untuk meningkatkan kualitas produk dan berani melangkah ke pasar ekspor.

Sebagai Ketua Fraksi PKS DPRD Jatim, Lilik menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mendampingi pelaku usaha. Dukungan teknis, kemudahan akses pembiayaan, dan pendampingan usaha harus dihadirkan secara konkret agar UMKM mampu bersaing di pasar internasional. Ia menggarisbawahi pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam membuka jalur ekspor seluas-luasnya.

Namun di balik peluang tersebut, Lilik mengingatkan adanya tantangan yang tak bisa diabaikan. Ia mencermati bahwa kebijakan AS itu juga disertai dengan pembebasan tarif dan hambatan nontarif bagi produk mereka ke pasar Indonesia. Artinya, Indonesia akan semakin terbuka sebagai pasar bebas, yang berpotensi dibanjiri produk-produk impor dengan harga yang lebih murah.

Situasi ini, menurutnya, bisa berdampak serius pada keberlangsungan sektor-sektor industri lokal, terutama yang menyerap banyak tenaga kerja. Ia menilai perlindungan terhadap pasar dalam negeri harus menjadi perhatian pemerintah, agar UMKM tidak kalah bersaing di kandangnya sendiri.

Lilik pun mengusulkan beberapa langkah strategis yang dapat diambil oleh pemerintah untuk mengantisipasi dampak negatif kebijakan ini. Salah satunya adalah memperkuat pelatihan dan pemberdayaan ekspor bagi UMKM agar mereka siap masuk ke pasar global. Selain itu, ia juga mendorong adanya sinergi yang kuat antara kementerian dan perangkat daerah yang menangani industri, perdagangan, dan koperasi.

Tak kalah penting, Lilik menekankan perlunya kebijakan proteksi selektif terhadap sektor-sektor yang rentan, seperti industri tekstil dan makanan-minuman. Proteksi ini, menurutnya, bisa dilakukan melalui berbagai skema, misalnya mewajibkan instansi pemerintah membeli seragam dari konveksi lokal, memberikan subsidi bahan baku seperti benang dan kain, serta memberi insentif pajak daerah bagi pelaku industri rumahan.

Ia juga mendorong kampanye besar-besaran untuk mendorong masyarakat mencintai produk dalam negeri. Menurutnya, kesadaran kolektif untuk membeli produk lokal menjadi tameng pertama dalam menjaga daya saing UMKM di pasar domestik.

Di sektor pangan, Lilik menyoroti perlunya regulasi seperti zonasi produk di pasar-pasar tradisional, agar proporsi produk lokal tetap dominan. Ia juga menyinggung rencana pembentukan BUMD pangan di Jawa Timur yang menurutnya perlu dirancang secara matang agar benar-benar mampu menyerap hasil petani lokal dan menjaga stabilitas pasar.

Dengan berbagai dinamika yang terjadi, Lilik mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk tidak sekadar euforia melihat peluang ekspor, tetapi juga bersiap dengan strategi melindungi pasar dalam negeri. Ia menutup dengan ajakan untuk terus menghidupkan semangat cinta produk Indonesia sebagai bagian dari kedaulatan ekonomi bangsa.{}

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top