Anggota DPRD Jawa Timur dari Dapil IX (meliputi Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi), Agus Cahyono, menyampaikan berbagai keluhan masyarakat yang ia terima selama pelaksanaan reses masa sidang pada 17–24 November 2025.
Reses tersebut dilaksanakan di lima titik, masing-masing dua titik di Ponorogo, serta masing-masing satu titik di Trenggalek, Pacitan, dan Ngawi.
Agus bertemu dengan berbagai segmen masyarakat, mulai dari pengurus lembaga pendidikan, tokoh partai, kepala desa, hingga kelompok masyarakat pesanggem Perhutani.
Dalam salah satu agenda reses yang digelar di Pondok Pesantren Baitul Quran Al Zahra, Magetan, Agus berdialog dengan sejumlah pengurus yayasan pendidikan, lembaga dakwah, dan organisasi sosial. Mereka menyampaikan kebutuhan mendesak terkait peningkatan fasilitas pendidikan.
“Aspirasi dari kalangan yayasan pendidikan adalah bagaimana mereka mendapatkan bantuan infrastruktur di lingkungan pendidikan. Banyak sarana yang harus diperbaiki maupun dibangun,” ujar legislator PKS itu.
Sementara saat pertemuan dengan para pengurus partai di Ponorogo dan Pacitan, muncul dorongan agar pemerintah maupun para wakil rakyat lebih menggalakkan pendidikan politik bagi masyarakat.
“Harapannya agar masyarakat semakin melek politik, paham berdemokrasi, dan tidak mudah terpengaruh isu-isu liar,” jelasnya.
Pertemuan dengan kepala desa di beberapa titik mengungkapkan keprihatinan mendalam. Menurut Agus, para kepala desa mengeluhkan turunnya Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang bahkan tinggal sekitar 35% dari tahun sebelumnya.
“Dengan turunnya dana tersebut, mereka sangat kesulitan melakukan pembangunan. Maka aspirasi mereka, bagaimana wakil rakyat bisa mengadvokasi pembangunan desa melalui anggaran APBD Provinsi Jawa Timur,” kata Agus.
Ia menegaskan, DPRD Jatim perlu mendorong agar skema bantuan keuangan provinsi dapat menyasar desa-desa yang kini tidak mampu membangun karena minimnya anggaran dari pusat.
Dalam reses di Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Agus bertemu dengan kelompok masyarakat pesanggem, yaitu warga yang menggarap lahan milik Perhutani. Mereka mengeluhkan buruknya infrastruktur di wilayah kerja mereka.
Namun, Agus menjelaskan adanya kendala regulasi.
“Mereka mengeluhkan infrastruktur, tetapi karena asetnya milik Perhutani, APBD tidak bisa berkontribusi langsung. Ini menjadi masukan bagi kami untuk diteruskan ke pemerintah pusat melalui DPR RI, agar ada program Kementerian terkait yang bisa menindaklanjuti,” terangnya.
Dari seluruh rangkaian reses, keluhan terbesar masyarakat Dapil IX adalah buruknya infrastruktur pedesaan, terutama jalan desa dan akses antarwilayah. Kondisi ini semakin diperburuk oleh merosotnya DD dan ADD.
“Banyak desa di Dapil IX infrastrukturnya masih sangat buruk. Dengan turunnya Dana Desa dan ADD, mereka semakin sulit membangun. Harapan mereka adalah bagaimana kami di DPRD Provinsi bisa memperjuangkan bantuan keuangan desa dari APBD Jatim,” jelas Agus.
Di akhir paparannya, Agus berkomitmen memperjuangkan seluruh aspirasi tersebut di tingkat provinsi dan mendorong sinergi dengan pemerintah pusat.
“Semua masukan ini akan kami teruskan dan perjuangkan. Masyarakat butuh percepatan pembangunan, dan tugas kami adalah memastikan aspirasi itu sampai dan diwujudkan,” pungkasnya.
Reses ini menjadi cerminan bahwa kebutuhan dasar masyarakat pedesaan, khususnya infrastruktur, masih menjadi pekerjaan besar di wilayah Dapil IX Jawa Timur.{}



