Olahraga Bukan Alat Politik: Puguh DPRD Jatim Desak Revisi Permenpora 14/2024

Kebijakan baru Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Lingkup Olahraga Prestasi menuai gelombang penolakan dari berbagai elemen olahraga nasional.

Salah satu kritik datang dari Anggota DPRD Jawa Timur dari Fraksi PKS, Puguh Wiji Pamungkas, yang menilai regulasi tersebut berpotensi besar mengancam kemandirian organisasi olahraga di Indonesia dan menjadikan olahraga sebagai instrumen politik kekuasaan.

“Dunia olahraga seharusnya menjadi ruang yang netral, profesional, dan mandiri. Namun, Permenpora ini justru membuka peluang intervensi negara terlalu dalam, mulai dari pengaturan kongres hingga pelantikan pengurus. Ini mencederai semangat keolahragaan dan bisa merusak sistem pembinaan atlet nasional,” ujar Puguh.

Dalam beleid baru ini, disebutkan bahwa kongres atau musyawarah luar biasa organisasi olahraga tidak bisa diselenggarakan tanpa rekomendasi dari Kemenpora. Kongres yang biasanya digunakan untuk memilih pengurus atau mengubah AD/ART kini tak bisa dilakukan secara independen.

Tak hanya itu, pemerintah melalui menteri juga berwenang melantik dan bahkan membatalkan hasil kepengurusan yang dibentuk oleh induk organisasi olahraga jika tidak mendapat persetujuan mereka.

Puguh menilai, hal ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, khususnya Pasal 37 ayat (3), yang menegaskan bahwa induk organisasi olahraga harus bersifat mandiri dan dikelola secara profesional.

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2024, Pasal 77, yang menekankan bahwa pengurus olahraga di semua tingkatan harus bebas dari pengaruh dan intervensi pihak manapun.

Piagam Olimpiade (Olympic Charter), yang dalam prinsip dasarnya menegaskan bahwa organisasi olahraga dalam gerakan Olimpiade harus memiliki hak dan kewajiban yang otonom, bebas dari campur tangan luar, serta netral secara politik.

“Kalau kita masih ingin menjadi bagian dari komunitas olahraga internasional, kita wajib menjunjung prinsip-prinsip dalam Olympic Charter. Aturan ini justru menjerumuskan kita ke arah yang bertolak belakang,” tegas Puguh.

Hal lain yang tak kalah kontroversial adalah larangan bagi KONI untuk membayar gaji staf menggunakan dana hibah pemerintah. Dalam Permenpora itu, disebutkan bahwa gaji staf harus berasal dari usaha mandiri organisasi.

“Bayangkan organisasi sebesar KONI dengan ratusan kegiatan dan tanggung jawab, tapi stafnya tidak boleh digaji dari dana hibah. Ini tidak manusiawi dan mengancam profesionalitas organisasi. Justru pemerintah seharusnya memperkuat institusi ini, bukan melemahkan dari dalam,” kata Puguh.

Puguh menyayangkan bahwa regulasi sebesar ini dikeluarkan tanpa melibatkan kajian akademis terbuka dan dialog menyeluruh dengan pemangku kepentingan keolahragaan, baik di pusat maupun daerah. Ia menilai pendekatan top-down seperti ini berpotensi menimbulkan kegaduhan, kekhawatiran, dan kebingungan di lapangan.

Ia juga mempertanyakan kesiapan daerah, khususnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di bidang olahraga, jika Permenpora ini dipaksakan berlaku. Di banyak daerah, OPD olahraga bergabung dengan urusan pariwisata atau kebudayaan, sehingga kapasitas mereka untuk mengelola cabang olahraga secara mandiri sangat terbatas.

“Dengan kondisi OPD yang masih tumpang tindih, apakah mereka siap mengambil alih peran strategis pembinaan olahraga jika KONI dan Cabor dilemahkan? Ini persoalan teknis yang perlu dikaji, bukan asal bikin regulasi,” tegasnya.

Di akhir keterangannya, Puguh menyerukan agar Menpora segera melakukan evaluasi total terhadap Permenpora 14/2024, menyusun naskah akademik yang solid, dan mengundang dialog terbuka dengan seluruh pihak yang selama ini terlibat aktif dalam pembinaan olahraga.

“Olahraga bukan alat kekuasaan. Ia milik seluruh rakyat. Mari kita rawat dunia olahraga dengan semangat netralitas, profesionalitas, dan kemandirian. Kalau pemerintah ingin memperbaiki, lakukan dengan cara yang benar: berdialog, mendengar, dan menguatkan lembaga yang selama ini sudah bekerja keras membina atlet,” pungkasnya.{}

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top