Lilik Hendarwati Jelaskan Festival Aset untuk Tingkatkan PAD Jatim, Pasca Anjlok Triliunan Rupiah Akibat UU HKPD

Anggota DPRD Jawa Timur, Lilik Hendarwati, menjelaskan tentang gagasannya tentang “Festival Aset” dalam rangka mendorong optimalisasi aset milik Pemerintah Provinsi.

Dalam gagasannya, Lilik menegaskan pentingnya pendekatan kreatif dan kolaboratif dalam memaksimalkan aset publik untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta menghidupkan ekosistem budaya, wisata, dan ekonomi lokal.

Menurut Lilik, saat ini masih banyak aset daerah yang tidak produktif, tidak terkelola dengan baik, atau bahkan dibiarkan terbengkalai.

Padahal, jika dikelola secara inovatif, aset-aset tersebut bisa diubah menjadi pusat kegiatan publik yang mampu menggerakkan ekonomi kreatif sekaligus memperkuat identitas daerah.

“Ada potensi besar dari bangunan bersejarah, lahan strategis, kawasan wisata, hingga fasilitas publik yang dapat disulap menjadi ruang-ruang festival yang menarik perhatian masyarakat luas maupun investor,” ujar Ketua Fraksi PKS Jatim itu.

Lilik menyampaikan, festivalisasi aset bukan hanya soal mempercantik ruang, tetapi juga menyentuh aspek ekonomi, sosial, dan budaya secara simultan. Festival dapat menjadi pengungkit baru bagi pertumbuhan PAD, sekaligus membuka ruang bagi tumbuhnya UMKM, pelaku seni, komunitas kreatif, dan keterlibatan generasi muda.

Ia menyebut model ini sebagai strategi regeneratif dan partisipatif yang selaras dengan semangat pembangunan berkelanjutan.

Untuk mendukung gagasan ini, aspek regulasi menjadi perhatian penting. Lilik mendorong inventarisasi menyeluruh terhadap aset-aset potensial sesuai Permendagri No. 19 Tahun 2016, disertai klasifikasi yang jelas apakah aset terbuka, tertutup, tidak produktif, atau sedang dalam sengketa.

“Selanjutnya, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap sejumlah Perda untuk membuka ruang inovasi, seperti skema sewa pendek, kerja sama operasional dengan komunitas atau swasta, serta pemanfaatan temporer untuk event seni, budaya, edukasi, dan ekonomi kreatif,” katanya.

Dalam konteks skema pemanfaatan, Lilik mengusulkan pendekatan seperti Bangun Guna Serah (BGS) dan Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) untuk menjawab tantangan aset yang tidak terpakai atau belum optimal.

Ia juga mendorong penyusunan SOP yang digital, transparan, dan akuntabel dalam proses peminjaman atau penyewaan aset milik daerah. Tak kalah penting, ia menekankan perlunya kemudahan perizinan melalui regulasi turunan seperti Pergub atau SK Gubernur, dan sistem satu pintu melalui Dinas Pariwisata atau BPKAD.

Dari sisi teknis, pemetaan dan kurasi aset festival akan melibatkan kolaborasi antara OPD dan komunitas untuk memilih lokasi strategis yang punya nilai sejarah, daya tarik, serta aksesibilitas tinggi.

Jenis festival yang digagas sangat beragam, mulai dari kuliner, musik, film, UMKM, fashion, hingga inkubasi ekonomi kreatif dan wisata edukatif berbasis sejarah bangunan. Penjadwalan festival secara rutin juga diharapkan menciptakan agenda tahunan yang mampu menarik wisatawan sekaligus membangun kebanggaan warga.

Kunci keberhasilan dari inisiatif ini menurut Lilik adalah sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan penyedia ruang, pelaku usaha sebagai sponsor atau vendor, dan komunitas sebagai penggagas serta kurator program. Kolaborasi tripartit ini diyakini dapat mempercepat akselerasi pengembangan aset daerah berbasis event.

“Digitalisasi juga penting. Pembangunan portal online untuk peminjaman aset, kalender event, dan sistem tiket serta donasi daring yang hasilnya masuk sebagai PAD. Promosi akan digencarkan melalui media sosial, kanal resmi pemerintah, dan jejaring influencer lokal agar dapat menjangkau generasi muda dan wisatawan luar daerah,” jelas Lilik.

Terakhir, monitoring dan evaluasi secara berkala harus menjadi bagian dari sistem ini. Indikator seperti jumlah event, pengunjung, nilai transaksi, kontribusi terhadap PAD, hingga keterlibatan UMKM perlu dicatat dan diaudit secara transparan oleh OPD terkait bersama BPKAD.

Lilik yakin, implementasi Festival Aset akan membawa dampak konkret. Tidak hanya meningkatkan PAD dan menghidupkan aset yang mati suri, tetapi juga membangun partisipasi warga, melestarikan budaya lokal, serta menciptakan citra baru Jawa Timur sebagai provinsi yang kreatif, terbuka, dan kolaboratif.

“Aset daerah seharusnya bukan hanya dicatat dalam laporan, tetapi dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Dan festivalisasi bisa jadi jalan terangnya,” tegasnya.{}

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top