Video memilukan yang memperlihatkan aksi perundungan terhadap seorang siswa SMP Negeri 3 Doko, Kabupaten Blitar, viral dan memicu gelombang keprihatinan publik. Dalam video tersebut, korban tampak berdiri terpojok sambil menerima perlakuan kasar dari sejumlah teman sekelasnya, disertai kekerasan fisik dan ejekan bergantian.
Peristiwa ini tak hanya mengusik nurani masyarakat, tapi juga mengetuk perhatian serius para wakil rakyat. Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Dr. Puguh Wiji Pamungkas, menyebut kejadian ini sebagai alarm keras bagi dunia pendidikan dan kebijakan perlindungan anak di Jawa Timur.
“Kejadian ini sangat miris. Ini membuktikan bahwa Perda tentang Perlindungan Perempuan dan Anak yang sedang kami bahas sangat relevan dan mendesak. Ini bukan lagi kebutuhan, tapi keharusan,” tegas Puguh, Senin (21/7/2025).
Menurutnya, Perda tersebut akan menjadi tameng hukum yang kuat untuk melindungi anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan, baik fisik, verbal, hingga kekerasan digital yang kian marak di era media sosial.
Lebih dari itu, Sekretaris Fraksi PKS Jatim ini juga menyoroti pengaruh buruk tontonan kekerasan dan game online yang tidak terkontrol. Ia menyebut bahwa paparan konten negatif secara terus-menerus dapat membentuk mental permisif terhadap kekerasan, bahkan membuat anak-anak merasa wajar melakukan bullying dan pengeroyokan.
“Kalau generasi muda terbiasa dengan kekerasan, bagaimana mereka bisa siap menghadapi masa depan? Mereka harus dibekali karakter yang kuat, bukan hanya nilai akademik,” ujarnya.
Politikus PKS ini pun mendorong agar pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar tidak tinggal diam. Ia meminta agar para pelaku perundungan mendapat pembinaan serius, korban diberi pendampingan, dan orang tua diberi edukasi.
“Kasus ini harus jadi yang terakhir. Sekolah dan orang tua harus bekerja sama menciptakan lingkungan yang aman dan sehat. Jangan sampai kita gagal melindungi anak-anak kita,” tambahnya.
Saat ini, Komisi E DPRD Jatim tengah memfinalisasi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Perda ini akan menjadi landasan hukum strategis untuk menekan angka kekerasan terhadap anak, yang berdasarkan data akademik masih cukup tinggi di Jawa Timur, baik di dunia nyata maupun maya.
“Kita semua harus hadir. Tidak bisa lagi menutup mata. Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama: legislatif, eksekutif, guru, orang tua, dan masyarakat,” pungkas Puguh.
Kasus di Blitar ini menjadi peringatan keras bahwa sistem perlindungan anak masih memiliki banyak celah. DPRD Jatim memastikan akan terus mendorong lahirnya regulasi yang berpihak pada keselamatan dan masa depan anak-anak Jawa Timur.{}