Jatim Hadapi Tantangan Moral Generasi Muda, Puguh DPRD Jatim Dorong Gerakan Pendidikan Karakter

Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur sekaligus Sekretaris Fraksi PKS DPRD Jatim, Puguh Wiji Pamungkas, menyoroti semakin seriusnya persoalan moral dan karakter generasi muda di Jawa Timur.

Menurutnya, dengan status sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah Jawa Barat, Jawa Timur harus menjadikan isu kualitas SDM, khususnya pendidikan karakter, sebagai platform utama kebijakan pembangunan.

Puguh menilai bahwa program “Jatim Cerdas” dalam kerangka Nawa Bhakti Satya yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah berada di jalur yang tepat.

Namun, tantangan zaman yang dipicu oleh kemajuan teknologi dan pergeseran nilai sosial telah melahirkan fenomena-fenomena baru yang perlu disikapi dengan serius.

Ia mencontohkan beberapa masalah pendidikan yang masih dihadapi Jatim, seperti tingginya disparitas kualitas pendidikan antar daerah dan antar lembaga, rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga pendidik, serta ketimpangan sarana dan prasarana yang jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Tak hanya itu, budaya patriarki, diskriminasi, dan derasnya arus budaya asing juga memperbesar tantangan dalam membentuk karakter generasi muda.

“Masalah karakter ini bukan hanya terjadi di negara berkembang. Negara maju pun mengalaminya. Di Amerika Serikat misalnya, kota Philadelphia kini dijuluki ‘negara zombie’ karena banyak warganya kecanduan narkoba. Di Korea Selatan dan Jepang, anak muda bahkan enggan menikah dan memilih boneka sebagai pasangan, yang kini jadi kekhawatiran nasional mereka,” terang Sekretaris Fraksi PKS Jatim itu.

Fenomena yang mirip, lanjutnya, juga mulai tampak di Jawa Timur. Ia menyoroti maraknya kasus bullying, kekerasan, perilaku menyimpang, asusila, dan permisivisme yang merebak di kalangan remaja. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), sepanjang tahun 2023 terjadi 1.531 kasus kekerasan terhadap anak di Jawa Timur, dan hingga pertengahan tahun 2024, sudah tercatat 1.103 kasus. Bentuk kekerasan yang terjadi meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, penelantaran hingga perdagangan anak.

Melihat kondisi ini, Puguh menegaskan bahwa pendidikan karakter harus menjadi gerakan bersama seluruh elemen bangsa. Menurutnya, pendidikan karakter tidak bisa dibebankan hanya kepada institusi sekolah dan guru. Peran orang tua, tokoh masyarakat, komunitas, hingga media massa sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter generasi muda.

“Pendidikan karakter adalah pekerjaan kolaboratif. Dimulai dari rumah, diperkuat di sekolah, dan dipelihara oleh lingkungan sosial. Ini bukan semata soal kurikulum, tapi soal gerakan bersama membangun masa depan bangsa,” tegasnya.

Puguh berharap Pemprov Jatim bisa lebih tegas dan konsisten mengarusutamakan pendidikan karakter dalam seluruh kebijakan pembangunan manusia. Ia juga mendorong agar sekolah-sekolah tidak hanya mengejar capaian akademik, tetapi benar-benar menjadi tempat tumbuhnya nilai-nilai integritas, tanggung jawab, empati, dan kepedulian sosial.

“Jika kita ingin Jatim benar-benar menjadi provinsi maju dan berdaya saing, maka membangun karakter anak-anak kita hari ini adalah keharusan, bukan pilihan,” pungkasnya.{}

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top