Komisi C DPRD Provinsi Jawa Timur melalui Juru Bicara Komisi C DPRD Jatim, Lilik Hendarwati, terus mendorong penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Hal ini ditegaskan saat penyampaian laporan hasil pembahasan Rancangan Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2019 tentang BUMD, dalam rapat paripurna, Kamis (16/10/2025).
Lilik mengatakan revisi Perda ini menjadi langkah penting untuk memperkuat tata kelola penyertaan modal daerah agar lebih transparan, akuntabel, dan efisien. Salah satu poin utama revisi adalah perubahan pada Pasal 8 tentang permodalan.
“Selama ini pengaturan penyertaan modal masih bersifat umum dan belum memberikan kejelasan mengenai bentuk, tujuan, serta mekanisme pelaksanaannya. Ini berpotensi menimbulkan perbedaan tafsir dan mengurangi kepastian hukum,” jelas Lilik, yang juga Ketua Fraksi PKS DPRD Jatim.
Melalui revisi ini, Komisi C bersama Pemerintah Provinsi Jatim ingin memastikan bahwa setiap penyertaan modal memiliki arah, dasar, dan analisis investasi yang jelas, disertai rencana bisnis BUMD yang matang. Selain itu, adanya tembusan kepada DPRD di setiap penyertaan modal menjadi bentuk penguatan pengawasan publik.
“Penyertaan modal bisa berupa uang atau barang milik daerah yang dinilai berdasarkan nilai riil yang sah secara hukum. Ini penting untuk menjamin keadilan, akurasi, dan perlindungan terhadap aset daerah,” lanjutnya.
Menurut Lilik, perubahan ini bersifat strategis karena memastikan setiap dana publik yang digunakan melalui BUMD benar-benar memberikan manfaat ekonomi, memperkuat posisi keuangan perusahaan daerah, dan berkontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta kesejahteraan masyarakat Jawa Timur.
Selain permodalan, revisi juga menyentuh Pasal 22 tentang penggunaan laba bersih BUMD. Jika sebelumnya aturan hanya membatasi pembagian dividen minimal 55 persen setelah kewajiban pajak dan cadangan umum terpenuhi, kini pengaturannya diperluas dan lebih rinci.
“Penggunaan laba tidak hanya untuk pembentukan cadangan dan pembagian dividen, tetapi juga mencakup tantiem bagi direksi, dewan pengawas, dan komisaris, bonus untuk pegawai, serta biaya tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR),” paparnya.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan insentif berbasis kinerja dan memperkuat peran sosial BUMD terhadap masyarakat.
Revisi juga menegaskan batas minimal pembentukan dana cadangan, yaitu 20 persen dari modal Perumda atau modal disetor pada Perseroda. Sebelum terpenuhi, dana cadangan hanya dapat digunakan untuk menutup kerugian BUMD. Setelah tercapai, pembagian dividen ditetapkan paling sedikit 55 persen dari laba bersih.
Dengan perubahan ini, DPRD Jawa Timur berharap BUMD dapat dikelola lebih profesional, transparan, dan berdampak nyata bagi masyarakat.
“Kami ingin BUMD di Jawa Timur tidak hanya sehat secara keuangan, tapi juga menjadi instrumen penting dalam mendukung pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat,” pungkas Lilik.{}



