Oleh: Khusnul Khuluk, Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur dari PKS
Saat ini DPRD bersama gubernur Provinsi Jawa timur sedang membahas rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) tahun anggaran 2025. Sebagaimana disebutkan dalam pengantar nota keuangan Perubahan APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2025, secara eksplisit saudari Gubernur menyampaikan bahwa pembahasan dan penyusunan Raperda P-APBD tahun anggaran 2025 dihadapkan pada situsi dan kondisi Geo-ekonomi global yang tidak bersahabat dan penuh dengan ketidakpastian.
Untuk Menekan Laju Inflasi, Bank Sentral di banyak negara melakukan pengetatan kebijakan moneter secara agresif. Selain itu, persoalan perang tarif dagang antara Indonesia dengan Amerika Serikat, secara langsung maupun tidak langsung tentu akan bepengaruh terhadap perekonomian daerah.
Pertumbuhan ekonomi global mengalami saat ini mengalami stagnasi pada angka 3,0% pada tahun 2025 dan 3,1% pada tahun 2026. Kondisi global ini tentu saja berpengaruh pada ekonomi nasional dan daerah, termasuk bagi perekonomian Provinsi Jawa Timur.
Perekonomian Jawa Timur pada Triwulan II 2025 tumbuh seebsar 5,23% (y-o-y) lebih tinggi dibanding Nasional. Jawa Timur juga mencatatkan pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Jawa yang mencapai 3,09 persen (q-to-q), diikuti Jawa Barat 2,33, Jawa Tengah 1,87 dan DKI Jakarta 1,60. Jawa Timur merupakan penyumbang terbesar kedua bagi perekonomian Pulau Jawa sebesar 25,36% dan juga penyumbang terbesar kedua bagi perekonomian nasional sebesar 14,44%.
Struktur utama ekonomi Jawa Timur ditopang oleh 3 sektor utama, yaitu industri sebesar 31,25 persen, perdagangan sebesar 18,44 persen, dan pertanian sebesar 10,87 persen. Dampak ekonomi global dan nasional di atas, cukup berpengaruh pada kondisi ekonomi di daerah.
Saat beberapa harga-harga Sembako, barang dan jasa mengalami kenaikan, sementara pendapatan masyarakat stagnan. Sehingga akan berakibat pada daya beli masyarakat akan semakin lemah. Beban masyarakat saat ini semakin berat.
Karena itu, rancangan APBD perubahan tahun anggaran 2025 ini harus lebih responsif terhadap dinamika sosial-ekonomi masyarakat real. Bagaimana P-APBD 2025 ini mampu memberi kontribusi bagi keringanan sosial-ekonomi masyarakat yang melemah saat ini.
Komposisi dan alokasi APBD tentu saja harus menyesuaikan realitas yang aktual dan faktual saat ini. Program kompensasi atau bantalan sosial, jangan hanya sekedar “permen pemanis” yang berjangka pendek. Kondisi eksternal di atas, selain tak berkepastian juga memiliki dampak berjangka panjang bagi kehidupan masyarakat.
Kebijakan pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2025 juga ikut berdampak pada struktur dan komposisi penyususnan Perubahan APBD 2025 ini, terutama pada aspek belanja daerah yang dituntut untuk melakukan adaptasi, baik rasionalisasi maupun realokasi dan distribusi ke pos-pos yang menjadi prioritas pembangunan yang berdampak langsung pada kebutuhan dan kepentingan hajat hidup orang banyak. Kebijakan efisiensi di daerah harus tepat sasaran dan produktif serta tidak akan menganggu pertumbuhan ekonomi daerah.
Perangkaan P-APBD 2025
Pendapatan Daerah secara keseluruhan mengalami perubahan cukup signifikan. Pendapatan daerah pada Perubahan ini yang semula di diproyeksikan sebesar Rp 28,448 Triliun lebih berubah menjadi Rp 28,539 Triliun lebih, mengalami kenaikan sebesar Rp 91,182 miliar lebih, dengan rincian sebagai berikut:.Pendapatan Asli Daerah : Rp 17,43 triliun lebih;Pendapatan Transfer sebesar Rp 11,467 Triliun Rupiah lebih, dan Lan-lain Pendapatan daerah yang sah, dianggarkan tetap atau tidak mengalami perubaan, yakni sebesar 28 milyar.
Sementara belanja. Karakter P-APBD tahun anggaran 2025 masih besar pasak daripada tiang; sisi pengeluaran jauh lebih besar daripada pernerimaan. Belanja Daerah, semula dianggarkan sebesar Rp 30,570 Triliun lebih, berubah menjadi sebesar Rp 32,936 Triliun lebih atau bertambah sebesar Rp 2,712 triliun lebih.
Karena belanja daerah lebih besar daripada target pendapatan daerah, maka terjadi DEFISIT yang semula dianggarkan sebesar Rp 1,775 triliun lebih, berubah menjadi 4 triliun 397 milyar 87 juta 444 ribu rupiah lebih atau bertambah sebesar Rp 2,621 lebih.
Defisit anggaran ini akan ditutup dengan pembiayaan netto yang berasal dari selisih antara penerimaan biaya daerah dengan pengeluaran daerah. Sehingga terdapat Pembiayaan Netto sebesar Rp 4,397 triliun lebih, yang akan digunakan untuk menutup defisit anggaran.
Salah satu yang perlu dikritisi adalah, masih besarnya angka sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA). Terhadap perubahan penerimaan pembiayan dari sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun 2024 menjadi Rp 4,706 triliun lebih dalam rancangan P-APBD 2025, penulis menilai tingginya angka SiLPA ini harus menjadi warning bagi pemerintah Provinsi dalam pengelolaan P-APBD 2025 agar tidak terulang lagi sampai akhir tahun anggaran.
Perbaikan perencanaan, pencermatan realisasi khususnya pada prosedur proyek/ lelang kegiatan belanja daerah dan pengadaaan barang dan jasa harus diperbaiki agar dana yang mengendap akibat tingginya APBD yang tidak terserap yang akan menjadi SiLPA dapat diantisipasi.
Di sisi lain, penggunaan SiLPA ini harus benar-benar dipakai untuk belanja pada program kegiatan yang menyentuh langsung hajat hidup warga Jawa Timur, dengan mendorong peningkatan belanja modal, belanja barang-jasa yang diserahkan kepada masyarakat, belanja hibah/ bansos, belanja subdisi serta dapat dipertimbangkan untuk peningkatan investasi daerah dengan perencanaan untuk pendirian atau revitalisasi BUMD, peningkatan belanja sektor pembangunan ketahanan keluarga, peningkatan belanja sektor pertanian dan kelautan / perikanan serta peningkatan belanja sektor pendidikan dan kesehatan yang dinikmati langsung oleh masyarakat.
APBD untuk Kesejahteraan Rakyat
Anggaran pada dasarnya hanya merupakan sebuah instrument dan bukan tujuan. Anggaran adalah instrument yang dapat digunakan untuk mewujudkan tujuan pembangunan, yakni kesejahteraan masyarakat.
Penekanan ini penting karena sering sekali kita terjebak pada persoalan teknis anggaran itu sendiri. Perubahan angka-angka dalam setiap pos anggaran harus dimaknai bukan sekedar sebagai alat untuk memuaskan para pengguna anggaran.
Perubahan angka-angka harus dimaknai sebagai cerminan dari tekad untuk merealisasikan sasaran pembangunan, khususnya di pemulihan kondisi sosial-ekonomi masyarakat, dan respon terhadap persoalan aktual masyarakat saat ini. Di samping itu, perubahan realokasi pos-pos angaran harus berangkat dari evaluasi atas capaian angaran pada tahun atau semester sebelumnya.
Performance pendapatan dan belanja daerah yang proporsional dan progresif diharapkan dapat menggerakan kegiatan perekonomian Jawa Timur sampai akhir tahun 2025 di tengah kondisi ekonomi global dan nasional yang kurang baik-baik saja.
Langkah ini diperlukan agar warga masyarakat dapat merasakan dampak dari realisasi belanja daerah. Karena itu, pembahasan P-APBD 2025 ini, harus difokuskan pada; selain berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi target-target RPJMD dan target yang telah digariskan dalam RKPD 2025- juga harus mampu menjawab persoalan dan perkembangan/perubahan keadaan terkini. Semoga ada recovery (pemulihan) kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang lebih baik dan bisa tumbuh kembang secara berkelanjutan.{}



