Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Puguh Wiji Pamungkas, menegaskan bahwa agenda reses bukan hanya menjadi ajang mendengar keluhan warga, tetapi harus dimaknai sebagai momentum untuk merumuskan solusi nyata bagi persoalan masyarakat, khususnya di tingkat desa.
Hal itu ia sampaikan saat melaksanakan reses di Kelurahan Blimbing, Kota Malang, Rabu (2/7). Dalam pertemuan tersebut, Puguh menerima berbagai aspirasi dari warga, salah satunya dari Yulis, petani kopi wanita asal Singosari yang mengeluhkan belum terealisasinya distribusi pupuk subsidi untuk kebunnya. Ia juga berharap agar hasil panen kopi dapat memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasar.
Menanggapi hal itu, Puguh mengakui bahwa distribusi pupuk subsidi memang masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Meskipun Jawa Timur merupakan provinsi dengan distribusi pupuk subsidi tertinggi secara nasional, kenyataannya masih banyak petani kecil yang kesulitan mengaksesnya.
“Tidak dipungkiri, permasalahan pupuk ini masih belum selesai. Kelangkaan di lapangan menyulitkan petani. Niat baik pemerintah untuk kembali pada pupuk organik sudah mulai diterima masyarakat, tapi aksesnya tetap harus diperbaiki,” ujar anggota Komisi E DPRD Jatim tersebut.
Puguh menekankan pentingnya petani terdaftar dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) agar distribusi pupuk subsidi lebih tepat sasaran dan transparan.
Selain soal pupuk, Puguh juga mendorong petani kopi dan pelaku pertanian lainnya agar mulai masuk ke dalam ekosistem kewirausahaan. Ia mencontohkan program WE Genpro yang telah membantu pelaku UMKM dan petani melakukan scale-up usaha dengan memperluas jaringan dan meningkatkan kualitas produk.
“Menjual mahal itu bisa, asal kualitas dijaga dan ada akses pasar. Petani tidak bisa lagi hanya menunggu tengkulak. Harus aktif berjaring,” tegas Sekretaris Fraksi PKS Jatim itu.
Menurut Puguh, kekuatan desa ada pada kemandirian ekonomi dan ketahanan pangan. Untuk mencapainya, diperlukan kolaborasi antara petani, pemerintah, dan dunia usaha.
“Reses bukan sekadar curhat. Ini harus jadi langkah kongkret menuju kemandirian desa. Kita harus dorong petani berdaya, bukan sekadar bertahan,” pungkasnya.{}