Pemerintah Provinsi Jawa Timur tengah menyusun Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) mengenai peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Regulasi ini akan mengatur aspek sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) di SMA, SMK, dan SLB negeri se-Jatim.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Puguh Wiji Pamungkas, menyampaikan sejumlah catatan kritis. Ia menekankan bahwa aturan ini harus ditegakkan berdasarkan asas keadilan, khususnya dalam penerapannya kepada siswa dari berbagai latar belakang ekonomi.
“Catatan kritisnya adalah bahwa penerapan peran serta masyarakat ini harus berada di atas dasar keadilan. Tidak boleh disamakan antara siswa dari keluarga mampu dengan yang berasal dari keluarga miskin,” tegas Puguh.
Puguh menyoroti pentingnya merumuskan kriteria yang jelas mengenai siapa saja yang boleh dimintai sumbangan. Ia mengusulkan agar keluarga miskin, khususnya yang menerima bantuan sosial seperti PKH (Program Keluarga Harapan) atau PIP (Program Indonesia Pintar), dibebaskan dari kewajiban menyumbang.
“Jangan bebani keluarga miskin. Untuk hidup saja sudah sulit, kok malah disuruh nyumbang? Ini jadi paradoks. Harusnya mereka malah disumbang oleh negara, bukan sebaliknya,” ujar legislator PKS dari Dapil Malang Raya ini.
Menurut Puguh, kejelasan kriteria ini menjadi penting agar kebijakan tidak memberatkan warga kurang mampu. Ia meminta Pemprov Jatim bekerja ekstra hati-hati dalam merumuskan aturan agar tidak menimbulkan ketimpangan sosial di sektor pendidikan.
Dengan adanya masukan dari legislatif, diharapkan Rapergub yang sedang digodok ini dapat menjadi regulasi yang adil, berpihak pada kelompok rentan, dan tetap mendukung kemajuan dunia pendidikan di Jawa Timur.{}