Pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjukkan komitmennya dalam melindungi hak-hak pekerja dengan membuka Posko Pengaduan bagi masyarakat yang mengalami penahanan ijazah oleh perusahaan.
Langkah cepat ini mendapat dukungan penuh dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Jawa Timur.
Ketua Fraksi PKS, Lilik Hendarwati, mengapresiasi respons cepat Pemprov Jatim dalam merespons aduan masyarakat.
Dalam monitoring yang dilakukan pada Sabtu (19/4), tercatat sebanyak 16 aduan dari pekerja yang mengaku ijazahnya ditahan oleh pihak perusahaan secara tidak sah.
“Alhamdulillah, bersyukur atas respons cepat dari Pemprov Jatim. Kami mengapresiasi niat baik dan ikhtiar untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat pekerja,” ujar Lilik dalam pernyataannya, Kamis (24/4).
Tindak lanjut dari aduan ini dilakukan dengan memanggil pihak perusahaan dan pekerja ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jatim pada Senin (21/4). Pemeriksaan menyeluruh pun dilakukan, termasuk terhadap kasus penahanan ijazah, upah di bawah Upah Minimum Regional (UMR), pemotongan gaji saat sakit atau beribadah, serta pelanggaran ketenagakerjaan lainnya.
Lilik menekankan bahwa langkah ini perlu berlanjut menjadi pendampingan jangka panjang terhadap pekerja, agar perlindungan tidak berhenti hanya pada penanganan kasus.
“Kalaupun diperlukan, bisa juga melibatkan tokoh dan lembaga keagamaan seperti MUI, NU, atau Muhammadiyah agar masyarakat lebih tenang dan tidak takut menjalankan ibadahnya. Kita harus menjamin kenyamanan dan hak asasi para pekerja,” tambahnya.
Ia juga mendorong agar pengawasan dari Disnaker dilakukan secara berkala dan menyeluruh. Menurutnya, hal ini penting agar tidak ada lagi kasus serupa di kemudian hari.
“Jawa Timur harus menjadi provinsi yang ramah pekerja, adil, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta keberagaman. Kita jaga bersama agar tidak ada lagi satu pun pekerja yang haknya dirampas di bumi Majapahit ini,” tegas Lilik.
Sebagai dasar hukum, Pemprov Jatim merujuk pada Pasal 42 Perda Jawa Timur No. 8 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa pengusaha dilarang menahan dokumen asli milik pekerja, termasuk KTP, SIM, akta kelahiran, KK, paspor, ijazah, dan sertifikat. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenakan sanksi pidana maksimal enam bulan atau denda hingga Rp50 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 79.
Langkah tegas Pemprov ini diharapkan menjadi efek jera bagi perusahaan yang tidak taat aturan, sekaligus memperkuat rasa aman dan keadilan bagi para pekerja di Jawa Timur.{}