Efisiensi anggaran tidak boleh menjadi alasan untuk menurunkan kualitas layanan publik. Justru ini harus menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk lebih inovatif dalam mengelola keuangan. Hal ini ditegaskan anggota DPRD Jawa Timur, Puguh Wiji Pamungkas, dalam dialog interaktif di Pendopo Kabupaten Malang, Kamis (27/2/2025).
Pernyataan tersebut merespons kebijakan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025. Menurut Puguh, kebijakan ini bukan berarti pemangkasan dana, melainkan realokasi anggaran ke sektor yang lebih produktif agar perekonomian tetap bergerak.
“Banyak yang salah kaprah menganggap efisiensi berarti pemotongan anggaran. Padahal, yang dimaksud adalah penyesuaian dan optimalisasi belanja agar lebih efektif serta berdampak nyata bagi masyarakat,” jelasnya.
Sarasehan bertajuk “Membangun Indonesia dari Titik 50” ini diinisiasi oleh komunitas Amarta Bhumi Kepanjen dan menghadirkan berbagai narasumber, termasuk Ketua Bappeda Malang Ir. Tomi dan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia, Dwi Indrotito Cahyono.
Legislator PKS itu menyoroti tantangan utama yang dihadapi pemerintah daerah, terutama ketergantungan pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat.
“Kemampuan fiskal daerah kita masih terbatas. Oleh karena itu, pemda harus mampu beradaptasi dan berinovasi dalam menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar pembangunan tetap berjalan dan layanan publik tetap optimal,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa inovasi dalam pengelolaan anggaran daerah menjadi kunci agar kebijakan efisiensi tidak berdampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat.
Puguh memberikan beberapa rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam menghadapi tantangan efisiensi anggaran, di antaranya.
Pertama, optimalisasi pendapatan daerah. Ia menyebut Pemda harus menggali potensi sumber pendapatan baru, seperti sektor pariwisata, ekonomi kreatif, dan pengelolaan aset daerah yang lebih produktif.
Kedua, efisiensi belanja tanpa mengurangi pelayanan. Menurutnya, digitalisasi layanan publik bisa menjadi solusi dalam menekan biaya operasional tanpa mengurangi kualitas pelayanan.
Ketiga, kemitraan dengan swasta dan BUMD. Pemda dapat menjalin kerja sama dengan sektor swasta dan BUMD untuk mendukung program pembangunan tanpa membebani anggaran daerah.
Keempat, pengawasan dan transparansi efisiensi anggaran harus dibarengi dengan pengawasan ketat agar tidak terjadi kebocoran anggaran yang justru merugikan masyarakat.
Selain menyoroti peran pemerintah daerah, Puguh juga mengajak masyarakat untuk aktif mengawasi kebijakan pemerintah, terutama dalam memastikan anggaran yang digunakan benar-benar tepat sasaran.
“Masyarakat bisa berperan aktif dengan memberikan masukan dan mengawasi program pemerintah. Jika ada kebijakan yang dianggap merugikan, jangan ragu untuk menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat,” tegas pria kelahiran 1984 ini.
Acara ini mendapat antusiasme tinggi dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, LSM, jurnalis, hingga perwakilan organisasi kepemudaan. Diskusi yang berlangsung di tengah hujan deras di Kepanjen ini menjadi bukti bahwa masyarakat peduli terhadap arah kebijakan daerah dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.
Puguh berharap bahwa melalui forum seperti ini, pemerintah daerah dapat menemukan strategi yang tepat dalam menjalankan kebijakan efisiensi anggaran tanpa harus mengorbankan kepentingan rakyat.
“Efisiensi seharusnya menjadi peluang bagi daerah untuk lebih kreatif dan mandiri. Dengan inovasi yang tepat, kita bisa memastikan bahwa pelayanan publik tetap berjalan dengan baik meskipun ada kebijakan efisiensi,” pungkasnya.{}