Khusnul Khuluk Soroti Impor Garam, Minta Pemerintah Perkuat Petani Lokal

Sejumlah perwakilan dari Forum Petani Garam Madura (FPGM) menggelar audiensi dengan Komisi B DPRD Jawa Timur pada Rabu (19/2/2025). Mereka meminta pemerintah daerah segera memberikan perlindungan hukum dan kepastian harga bagi petani garam, mengingat situasi yang masih merugikan mereka.

Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur, Khusnul Khuluk, mengungkapkan bahwa FPGM telah lama memperjuangkan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Petani Garam sejak tahun 2019. Namun, akibat pandemi COVID-19, pembahasannya tertunda hingga kini.

“Teman-teman FPGM meminta agar Perda Perlindungan Petani Garam segera diselesaikan. Insya Allah tahun 2025 ini akan terus diajukan dan dibahas. Apalagi, pemerintah pusat menargetkan Indonesia sudah swasembada garam pada 2027,” kata politisi PKS itu.

Selain itu, Khusnul menyoroti kebijakan larangan impor garam konsumsi yang sebenarnya sudah diinstruksikan sejak 2025. Namun, di lapangan masih ditemukan adanya garam impor yang masuk.

“Teman-teman sepakat untuk mengawasi impor garam konsumsi. Kalau masih ada garam impor, ini perlu ditelusuri lebih lanjut,” ujarnya.

Khusnul juga menyoroti persoalan Harga Pokok Penjualan (HPP) garam yang hingga kini belum memiliki regulasi jelas, berbeda dengan komoditas lain seperti jagung yang sudah memiliki harga acuan. Kondisi ini menyebabkan harga garam berfluktuasi, dengan harga saat panen berkisar Rp780 hingga Rp800 per kilogram, sementara di luar musim panen bisa mencapai Rp4.000 per kilogram.

“Tanpa patokan harga pokok, petani sangat dirugikan. PT Garam seharusnya bisa menampung hasil produksi petani, tapi kenyataannya justru ada banyak pedagang perantara yang mengambil garam mereka dengan harga rendah,” tambahnya.

Khusnul juga menyoroti lahan PT Garam di Gresik yang kini sudah tidak aktif dalam produksi, meskipun pabrik masih beroperasi.

Oleh karena itu, Komisi B DPRD Jatim berencana melakukan kunjungan langsung untuk memastikan sumber pasokan garam yang digunakan.

Khusnul menegaskan perlunya peran pemerintah provinsi, terutama Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Perdagangan dan Industri, dalam mendampingi petani agar bisa menghasilkan garam dengan kualitas yang lebih baik.

Selama ini, mayoritas garam petani hanya masuk ke industri kecil seperti pengolahan ikan asin dan penyamakan kulit karena kadar natrium klorida (NaCl)-nya yang rendah.

“Pemerintah harus hadir untuk memberikan pendampingan kepada petani agar kualitas garam mereka bisa memenuhi standar industri yang lebih luas. Jika ini tercapai, petani tidak lagi tergantung pada perantara yang sering merugikan mereka,” pungkasnya.

Dengan adanya komitmen DPRD Jatim untuk memperjuangkan regulasi dan perlindungan bagi petani garam, Khusnul berharap nasib para petani garam Madura bisa lebih baik di masa depan.{}

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top